Sudahkah Kita Bersilaturahmi Hari Ini?

by -11045 Views
Foto ilustrasi: santri Amanatul Musthofa sedang bekerja bakti membersihkan lingkungan bersama warga.
banner 468x60

Pagi ini, pak Haji yang menjadi partner jalan pagi, berbicara tentang satu topik yang sering diulang-ulangnya. Silaturahmi. Topik ini diulang-ulang seolah mengingatkan pentingnya masalah ini untuk diperhatikan.

Terlebih lagi saat ini, dimana dunia digital merangsek ke dalam kehidupan kita, termasuk “menggeser” kesakralan silaturahmi. Pak Haji prihatin sekali dalam hal ini. Hingga ia merasa tidak nyaman jika mendoakan atau mengundang cukup melalui Whatsapp, padahal jarak bukanlah masalah.

banner 336x280

Banyak benarnya yang disampaikan pak Haji. Mungkin kita pernah merasakan hubungan sama teman atau saudara jadi agak aneh. Di media sosial saling like dan comment , tapi kalau ketemu langsung malah canggung, canggung, diam-diam. Atau yang lebih parah, pas kumpul keluarga, atau “nongkrong” bareng teman, tapi masing-masing sibuk sama gadget-nya sendiri.

Nah, mari kita obrolin tentang silaturahmi yang mulai “tergantikan” sama gadget.

Ada satu hadits yang bikin saya merinding dan mikir ulang tentang pentingnya silaturahmi. Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ، وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ 

“Barangsiapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah ia menyambung silaturahmi.” (HR. Al-Bukhari no. 5985, Muslim no. 2557)

Subhanallah! Silaturahmi ternyata bukan cuma soal hubungan baik sesama manusia, tapi juga berhubungan langsung dengan rezeki dan umur kita!

Tapi, Kenapa Sekarang Semua Serba Digital?

Prof. Dr. Quraish Shihab dalam bukunya Wawasan Al-Qur’an menjelaskan bahwa kata “rahim” (silaturahmi) berasal dari akar kata yang sama dengan “rahman” (Maha Pengasih) dan “rahim” (Maha Penyayang). Artinya menyambung silaturahmi adalah wujud dari sifat kasih sayang Allah.

Tapi lihat apa yang terjadi sekarang? Data We Are Social 2023 menunjukkan:

  • Rata-rata orang Indonesia menghabiskan 8 jam 36 menit per hari di internet
  • 3 jam 43 menit di antaranya khusus untuk media sosial

Syaikh Ali Jumu’ah (mantan Mufti Mesir) dalam sebuah ceramahnya mengingatkan: “Teknologi itu bagai pisau bermata dua. Bisa memudahkan silaturahmi, tapi juga bisa memutusnya. Chat dan video call itu pengganti, bukan pengganti yang sebenarnya.”

Bahaya Ketika Gadget Menggantikan Silaturahmi

Apa saja sih yang bisa me”rusak” nilai dan manfaat silaturahmi ketika kita merasa cukup dengan mengirim pesan Whatsapp atau stiker? Setidaknya ada tiga:

  1. Kehilangan “Ruh” Komunikasi Ketika kita cuma ngobrol “Selamat Lebaran” tanpa berkunjung, kita kehilangan kehangatan pelukan, senyuman, dan energi positif yang cuma bisa dirasakan saat bertemu langsung. Seperti kata Ustaz Abdullah Gymnastiar, “Silaturahmi itu bukan sekedar transfer kata, tapi transfer hati.”
  2. Hubungan Jadi Dangkal Seperti di media sosial tidak setara apalagi dengan kepedulian yang sesungguhnya. Dr. ‘Aidh al-Qarni dalam La Tahzan menulis: “Kunjunganmu ke rumah saudaramu meski hanya sebentar, lebih berharga daripada seribu pesan singkat.”
  3. Anak-anak Kehilangan Teladan Ketika anak melihat orangtuanya lebih memilih gadget daripada berkunjung ke keluarga, mereka akan tumbuh dengan pola yang sama. Buya Hamka pernah berkata: “Anak yang melihat orangtuanya memutus silaturahmi, akan belajar menjadi manusia yang individualis.”

Yah, Anda bisa menambahkan kerusakan lainnya. Tiga hal diatas saja sudah cukup buruk merusak nilai dan manfaat silaturahmi.

Tapi, Bukan Berarti Gadget Selalu Buruk!

Gadget memang bisa merusak nilai silaturahmi, jika tidak digunakan secara bijak. Oleh karena itu, kita tidak perlu anti-teknologi, tetapi kita perlu menggunakan cara yang bijak, misalnya:

  • Gunakan panggilan video untuk keluarga yang jauh. Diluar kota, pulau atau bahkan negara. Nah ini baru yang positif, gadget bisa mendekatkan yang jauh.
  • Manfaatkan grup WhatsApp untuk koordinasi berkumpul keluarga.
  • Tapi ingat: teknologi adalah sarana, bukan tujuan.

Syaikh Dr. Khalid al-Juraisī memberikan tips cemerlang: “Jadwalkan ‘tech-free time’ dalam keluarga. Saat berkunjung, letakkan gadget di tas. Fokuslah pada orang yang ada di depan mata.”

Gimana Caranya Balik ke Silaturahmi yang Hakiki?

Agar tidak menjadi sekedar omon-omon, bagaimana caranya kita bisa mengembalikan ruh silaturahmi sehingga memiliki nilai dan manfaat, bagi kehidupan dunia dan akhirat kita? Langkah-langkah praktis ini bisa kita lakukan:

  1. Mulai Kecil Dari yang terdekat dulu. Kunjungi orangtua, saudara, atau tetangga yang lama tidak dijenguk. Seperti nasehat Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin : “Amal yang paling dicintai Allah adalah yang terus menerus meski sedikit.”
  2. Kualitas melebihi Kuantitas Tidak perlu lama-lama, yang penting berkualitas. 30 menit ngobrol yang fokus, lebih baik dari 2 jam sambil main HP.
  3. Jadikan Kebiasaan Sebulan sekali, berkumpul dengan keluarga besar. Atau tiap weekend, berkunjung ke saudara. Habib Umar bin Hafiz mengingatkan: “Silaturahmi itu mengalirkan kasih sayang, dan kasih sayang butuh pertemuan.”
  4. Manfaatkan Teknologi dengan Bijak Gunakan medsos untuk janjian ketemu, bukan pengganti ketemu.

Yang Paling Inti…

Ketika kita bersilaturahmi, sebenarnya kita sedang menebar dan menerima keberkahan. Seperti sabda Nabi ﷺ yang lain:

Perlindungan Lingkungan dan Perlindungan Lingkungan

Silaturahmi itu memakmurkan rumah-rumah dan menambah umur. (HR.Ahmad)

Jadi, yuk mulai kurangi ketergantungan pada gadget untuk urusan silaturahmi. Karena betapa canggihnya teknologi, pelukan hangat, senyuman tulus, dan percakapan dari hati ke hati tidak akan pernah bisa digantikan oleh emoji atau stiker cantik apa pun.

Bagaimana? Sudah siap akhir pekan ini berkunjung ke saudara? Atau minimal video call yang benar-benar berkualitas? 😊

banner 336x280

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

No More Posts Available.

No more pages to load.